Cross Sectional, Case Control, dan Cohort
Desain Penelitian
1. Cross Sectional
Jenis
penelitian ini berusaha mempelajari dinamika hubungan hubungan atau
korelasi antara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya. Faktor
risiko dan dampak atau efeknya diobservasi pada saat yang sama, artinya
setiap subyek penelitian diobservasi hanya satu kali saja dan faktor
risiko serta dampak diukur menurut keadaan atau status pada saat
observasi.
Angka
rasio prevalensi memberi gambaran tentang prevalensi suatu penyakit di
dalam populasi yang berkaitan dengan faktor risiko yang dipelajari atau
yang timbul akibat faktor-faktor risiko tertentu.
· Kelebihan studi cross-sectional:
Kelebihan
rancangan studi potong lintang adalah kemudahannya untuk untuk
dilakukan dan murah, sebab tidak memerlukan follow-up. Jika tujuan
penelitian “sekedar“ mendeskripsikan distribusi penyakit dhubungkan
dengan paparan faktor-faktor penelitian, maka studi potong lintang
merupakan rancangan studi yang cocok, efisien dan cukup kuat disegi
metodologik. Selain itu seperti penelitian observasional lainnya, studi
potong lintang tidak “memaksa” subjek untuk mengalami factor yang
diperkirakan bersifat merugikan kesehatan (factor resiko). Demikian
pula, tidak ada subjek yang kehilangan kesempatan memperoleh terapi yang
diperkirakan bermanfaat, bagi subjek yang kebetulan menjadi control.
Kekurangan penelitian cross sectional :
a. Dibutuhkan subyek penelitian yang relatif besar atau banyak, dengan asumsi variable bebas yang berpengaruh cukup banyak.
b. Kurang dapat menggambarkan proses perkembangan penyakit secara tepat.
c. Faktor-faktor risiko tidak dapat diukur secara akurat dan akan mempengaruhi hasil penelitian.
d. Nilai prognosanya atau prekdisinya (daya ramal) lemah atau kurang tepat.
e. Korelasi faktor risiko dengan dampaknya adalah paling lemah bila dibandingkan dengan rancangan penelitian analitik yang lainnya.
f. Kesimpulan
hasil penelitian berkaitan dengan kekuatan rancangan yang disusun
sangat berpengaruh, umumnya kekuatan rancangan yang baik adalah sekitar
40%, artinya hanya sebesar 40% variable bebas atau faktor risiko mampu
menjelaskan variable terikat atau dampak, sisanya yaitu 60% tidak mampu
dijelaskan dengan model yang dibuat.
Contoh:
penelitian tentang fluorosis yang dilakukan pada anak usia 10-12 tahun
di Brazil yang tinggal di daerah yang belum memperoleh fluoridasi air
minum.
2. Case Control
Rancangan
penelitian ini ada yang menyebutnya sebagai studi retrospektif,
meskipun istilah ini kurang tepat. Penelitian ini berusaha melihat ke
belakang, yaitu data digali dari dampak (efeknya) atau akibat yang
terjadi. Kemudian dari dampak tersebut ditelusuri variable-variabel
penyebabnya atau variable yang mempengaruhi.
Penelitian
epidemiologi kasus-kontrol ini hasil korelasinya lebih tajam dan
mendalam bila dibandingkan dengan rancangan penelitian potong-lintang,
sebab menggunakan subyek kontrol atau subyek dengan dampak positif
dicarikan kontrolnya dan subyek dengan dampak negatif juga dicari
kontrolnya. Kemudian variable penyebab atau yang berpengaruh ditelusuri
lebih dulu, baru kemudian faktor risiko atau variable yang berpengaruh
diamati secara retrospektif.
Kelebihan penelitian case control :
a. Tidak menghadapi kendala etik, seperti halnya penelitian kohort dan eksperimental.
b. Pengambilan kasus dan kontrol pada kurun waktu yang bersamaan.
c. Adanya pengendalian faktor risiko sehingga hasil penelitian lebih tajam.
d. Tidak perlu intervensi waktu, lebih ekonomis sebab subyek bias dibatasi.
Kekurangan penelitian case control :
a. Tidak diketahuinya efek variable luar oleh karena keterbatasan teknis yaitu variable yang tidak ikut dikenakan waktu matching.
b. Bias penelitian akibat tidak dilakukan pengukuran oleh peneliti dengan tanpa mengetahui yang harus diukur (blind measurement).
c. Kelemahan
pengukuran variable secara retrospektif adalah obyektivitas dan
reliabilitasnya sehingga untuk faktor-faktor risiko yang tidak jelas
informasinya dari anamnesis maupun data rancangan sekunder sangat
berisiko bila menggunakan rancangan mengatasinya, anamnesis sebaiknya
dilengkapi data penunjang yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis,
misalnya pemeriksaan laboratorium klinis, roentgenologi, mikrobiologis,
dan imunologis. Apabila data tersebut adalah data sekunder, perlu
dilengkapi dengan uraian mengenai cara memperopleh data secara lengkap.
d. Kadang-kadang untuk memilih kontrol dengan matching kita mengalami kesulitan oleh karena banyaknya faktor risiko dan/atau sedikitnya subyek penelitian.
Contoh:
riset tentang hubungan antara angioskorma hati dan vinil klorida
(Brady et al, 1977), penelitian tentang kematian ibu postpartum dan
persalinan sesar.
3. Kohort
Penelitian
kohort atau sering disebut penelitian prospektif adalah suatu
penelitian survey (non eksperimen) yang paling baik dalam mengkaji
hubungan antara factor resiko dengan efek (penyakit). Faktor
resiko yang akan dipelajari diidentifikasi dulu kemudian diikuti ke
depan secara prospektif timbulnya efek yaitu penyakit atau salah satu
indicator status kesehatan. Contoh klasik studi kohort adalah Framingham
Heart Study.
Rancangan
penelitian kohort disebut juga sebagai survey prospektif meskipun
sesungguhnya kurang tepat. Rancangan penelitian ini merupakan rancangan
penelitian epidemiologis noneksperimental yang paling kuat mengkaji
hubungan antara faktor risiko dengan dampak atau efek suatu penyakit.
Rancangan
penelitian ini menggunakan pendekatan longitudinal ke depan, dengan
mengkaji dinamika hubungan antara faktor risiko dengan efek suatu
penyakit. Pendekatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor
risiko, kemudian dinamikanya diikuti atau diamati sehingga timbul suatu
efek atau penyakit.
Kesimpulan
hasil penelitian diketahui dengan membandingkan subyek yang mempunyai
efek positif (sakit) antara kelompok subyek dengan faktor risiko positif
dan faktor risiko negative (kelompok kontrol).
Kelebihan penelitian Kohort :
a. Dapat
membandingkan dua kelompok, yaitu kelompok subyek dengan faktor risiko
positif dan subyek dari kelompok control sejak awal penelitian.
b. Secara langsung menetapkan besarnya angka risiko dari waktu ke waktu.
c. Keseragaman observasi terhadap faktor risiko maupun efek dari waktu ke waktu.
Kekurangan penelitian Kohort :
a. Memerlukan waktu penelitian yang relative cukup lama.
b. Memerlukan sarana dan prasarana serta pengolahan data yang lebih rumit.
c. Kemungkinan adanya subyek penelitian yang drop out sehingga mengurangi ketepatan dan kecukupan data untuk dianalisis.
d. Menyangkut etika sebab faktor risiko dari subyek yang diamati sampai terjadinya efek, menimbulkan ketidaknyamanan bagi subyek.
Contoh
penelitian retrospektif kohort: penelitian yang dilakukan oleh National
Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) yang bertujuan
untuk menguji hipotesis bahwa energy yang dihasilkan oleh video display
terminal (VDT’s) dimungkinkan dapat menybabkan keguguran secara spontan.
As stated by Stanford Medical, It's in fact the SINGLE reason women in this country get to live 10 years more and weigh 42 lbs less than us.
ReplyDelete(And really, it is not about genetics or some secret exercise and absolutely EVERYTHING related to "HOW" they are eating.)
BTW, I said "HOW", and not "WHAT"...
Click this link to determine if this little test can help you discover your true weight loss potential